Friday, September 15, 2017

WTF 2017: We The Fest. What The Fun!




Sebenarnya sudah jauh-jauh hari event WTF ini dibicarakan oleh teman saya, namun karena saya terlampau kurang update, bahkan tidak tau ada event konser Spotify hingga H-1 yang mana menghadirkan salah satu boyband kpop kesukaan saya: NCT 127 (terakhir saya juga tidak tau bahwa G-Dragon pun konser ke Jakarta), maka seiring berjalannya waktu saya tidak mengikuti perkembangan info WTF ini. Suatu hari ketika sedang browsing saya mendapati bahwa Phoenix akan menjadi salah satu bintang di WTF, ohhh damnnn....I can't miss this. Phoenix adalah band Prancis favorit saya jaman SMA dulu, albumnya yang berjudul Wolfgang Amadeuz Phoenix tidak pernah terlewat dari playlist di iPod saya. Meskipun selepas SMA dan seterusnya saya tidak mengikuti Phoenix lagi, entah mengapa saya ingin sekali menonton Phoenix, lagu-lagunya so legendary. WTF sendiri adalah event music yang berlangsung selama 3 hari dengan 3 panggung berbeda dalam waktu bersamaan menampilkan musisi-musisi baik lokal maupun internasional. 






Mungkin saya memang berjodoh dengan Phoenix, sebab mereka dijadwalkan tampil hari Sabtu. Perfect. Sebagai karyawan institusi yang memiliki banyak agenda rasa-rasanya nonton konser di hari Jumat bisa dibilang sedikit nekat. Bagaimana kalau tiba-tiba ada rapat? Well, mungkin masih bisa nonton guest starnya di penghujung acara, tapi rasanya rugi juga cuma menikmati secuil penampilan. Sedangkan menonton konser hari Minggu tidak menarik buat saya karena besoknya hari kerja.
But wait, dengan siapa saya menonton WTF? Pacar sedang pulang kampung, teman-teman juga tidak ada yang datang. Hmm….saat sedang menghibur diri sendiri sambil update IG Story di Sabtu siang tentang kegalauan saya datang ke WTF sendirian atau tidak (wow saya merasa sangat milenial sekali, dikit-dikit update IG Story), teman saya dari kantor lama yang cantik bernama Ilma (Ma, ni gw udah puji-puji lo ya, ditunggu hadiahnya) membalas IG Story saya yang galau itu bahwa dia ingin menonton WTF juga. Oke, tanpa babibu, siang itu juga kita sepakat bahwa sore nanti kita akan datang ke WTF dengan membeli tiket on the spot.
Long story short, kami cukup beruntung masih mendapatkan tiket padahal hari telah menunjukkan pukul 5.30 sore, terutama saya yang hanya ingin menonton pada hari Sabtu, sedangkan Ilma membeli tiket 2 day pass.






Saat kami tiba, panggung utama WTF sedang break untuk menyiapkan penampilan berikutnya dari Potret. Setelah foto-foto mandatory selesai, kami melihat-lihat booth disana. Sembari menunggu list performer, kami makan malam di booth restoran Ismaya (Okay, Ismaya, I love you, but why Fook Yew is no longer your group?!)



It was sucha hard decision which one to watch, saya dulu adalah penggemar berat Epik High, trio hip hop dari Korea, semenjak mereka masih bergabung di bawah label Woolim Entertainment. Namun jadwal tampil mereka bebarengan dengan Lany dan Daya. Sebenarnya saya tidak terlalu suka konsep festival beberapa panggung sekaligus seperti ini, I don’t want to miss anything, but they forced me to choose bagai buah simalakama. Dengan pertimbangan bahwa jika menonton Epik High maka saya akan melewatkan Lany dan tidak akan mendapat tempat di depan panggung saat Daya tampil, maka saya putuskan untuk skip Epik High. Maafkan saya, Tablo.      
Saat memasuki area BANANA stage, saat itu The Adams memainkan lagu terakhirnya. Hmm…they were one of my fave local band back during junior high school. Setelah The Adams selesai, saya menunggu Lany muncul. Lany adalah band alternative yang cukup baru buat saya, baru beberapa hari mengetahui tentang mereka sebelum acara WTF, lagu LANY yang berjudul “I Love You So Bad” cukup menarik perhatian dan membuat saya mendengarkan lagu-lagu mereka yang lain. Mendengar musik mereka mengingatkan sedikit pada 1975, meskipun secara general saya lebih suka LANY. Live performance mereka sangat menghibur, terutama Paul Jason lead vocal mereka yang menunjukkan skill keyboard dan guitar, he’s definitely one of talented musician out there. Sayang sekali interaksi LANY dengan penonton sedikit kurang, mereka lebih terlihat fokus menampilkan lagu-lagu dan sedikit membangun engagement dengan penonton.


Setelah LANY selesai, saya segera mendekati panggung untuk menunggu penampilan dari DAYA. Meskipun suara DAYA di iTunes saya hanya muncul bersama dengan Gryffin, entah mengapa saya penasaran untuk melihat penampilannya. Surprisingly, she looked good on real than in the screen, dan saya tidak percaya bahwa dia baru berumur 18 tahun, outfitnya yang tidak neko-neko hanya dengan kaos dan celana jeans menunjukkan aura remajanya, mungkin kalau dia berdandan lebih dewasa dia akan terlihat dua kali lipat lebih tua. Tentu saja anthem-anthem seperti Hide Away dan Don’t Let Me Down-nya The Chainsmoker paling banyak di-karaoke-kan oleh penonton yang hadir saat itu. Favorit saya masih Feel Good-nya Gryffin. Interaksi dia dengan penonton cukup baik, not a huge fan of her but she’s indeed a young talent with good performance.

Setelah DAYA selesai saya bergegas menuju stage utama WTF untuk penampilan PHOENIX, sementara Ilma tetap berada di stage BANANA untuk menonton SNAKEHIPS. Saat saya tiba di panggung utama, GNASH sedang menyanyikan lagu terakhir, tentu saja I Hate You I Love You menjadi lagu pamungkas. Di tengah-tengah performance, dia berhenti sejenak untuk meminta seluruh penonton berhenti merekam dan menurunkan handphone selama bernyanyi bersama, LOL, welcome to Indonesia, dude.

Band yang ditunggu-tunggu tiba. Okay, ini mungkin terdengar lebay, but I’ve never been so excited to watch PHOENIX. Rasanya seperti reuni, bertemu kawan lama. Performance mereka dibuka dengan alunan instrument musik yang membuat jantung berdebar-debar karena settingan bass yang keluar dari sound system. Background LED menampilkan grafis yang sangat menarik dan menyatu dengan musik yang mereka mainkan. Selama penampilan rasanya saya ingin menangis, Lisztomania, 1901, Long Distance Call dan lainnya sukses membuat saya menyanyi, bergoyang, dan lompat-lompat. Sendirian. Tanpa kawan. I’m Okay. Keadaan semakin histeris ketika sang vokalis Thomas Mars bergabung di tengah-tengah penonton. No need stage diving, dia hanya perlu melewati pagar dan menceburkan diri di tengah-tengah penonton. Dia hanya berjarak sekitar 3 meter saat tiba-tiba memory handphone saya penuh. So sad.
Tips sebelum menonton konser: pastikan kamu punya cukup memory di handphone atau kamera digital untuk merekam video dan menyimpan foto
It was crazy. Penampilan yang memuaskan dari Phoenix, freaking talented team and stabil vocal by Thomas Mars. Edan.

my last shot of Thomas Mars before my phone memory was full

Setelah Phoenix selesai, saatnya menunggu Cash-Cash. Beberapa penonton telah berkurang saat Cash-Cash tampil lewat tengah malam. Trio DJ ini hanya tampil berdua, meski demikian penampilan mereka tetap menghibur, lagu-lagunya tentu sudah tidak asing, meskipun tidak terlalu terdengar choir bersama dari penonton untuk lagu-lagu seperti Hero dan Take Me Home. Bahkan bisa dibilang most of them just standing still….mungkin sudah lelah.

Saya lupa pukul berapa acara ini selesai, mungkin jam setengah 1 pagi.
I was so satisfied with the performance of all artists. Thank you We The Fest, thank you ISMAYA. Waiting for a better line up next year!

Meanwhile, I can’t wait to watch Alan Walker and Martin Garrix next week!

No comments:

Post a Comment